Rabu, 27 Oktober 2010

darut ta'lim, tempat yang paling indah

SUKA – DUKAKU DI PONTREN DARUT TA’LIMBANGSRI JEPARA*

A. Sejarah Singkat
Ketika harus mengingat kembali masa ketika saya belajar di Pontren Darut Ta’lim, maka akan banyak cerita terngiang dalam benakku, meski memang sesungguhnya banyak terjadi duka dalam proses belajarku kala itu, namun saya hanya merasa itu semua adalah pelajaran dan pengalaman hidup yang harus dilalui, jadi menurut saya tidak ada duka dikarenakan semua itu telah terlampaui. Namun tetap saja tidak afdhol jika tidak saya ceritakan.
Semua berawal ketika saya belajar di Sekolah MTs Hasyim Asy’ari Bangsri, sekolah setingkat SMP di Jepara. Sekitar pertengahan kelas 2, yang pada saat itu sekolahku masuk siang, jam 13.00 WIB. Maklum kebanyakan siswa. Sehingga menyebabkan harus pulang sore hari, jam 16.45 WIB. Awalnya sekolahku berjalan seperti halnya biasa. Namun sejalan dengan kebiaasaan itulah yang semakin membuat khawatir ibu saya, dikarenakan sering sampai rumah menjelang maghrib, mengingat jarak rumahku dan sekolah adalah Sinanggul-Bangsri, naik bis pula. Dan kadang kala saya pernah tidak mendapatkan bis dan mesti nunggu sampai malam. Sehingga pada akhirnya ibuku menganjurkan kepadaku supaya sekalian belajar di Pontren Darut Ta’lim, meskipun awalnya agak ragu, dikarenakan keterbatasan biaya, namun pada akhirnya dengan segala niat dan upaya akhirnya saya mondok dan belajar di Pontren Darut Ta’lim.
B. Awal di Pontren DT
Suasana hari berganti hari kurasakan mulai ada perpisahan dengan keluarga, pada awal masuk saya sering menangis, sering mengeluh mungkin karena harus berada dilingkungan baru, namun itu hanya bertahan beberapa hari saja dikarenakan banyak teman yang menghibur dan sungguh bersahabat, tiap minggu saya berusaha menyempatkan waktu untuk pulang, bahkan kadang-kadang ketika sekolah libur, saya pernah pura-pura sakit, sehingga pada akhirnya saya diberi ijin untuk pulang, oh..sungguh berat perjuangan seorang santri yang ingin pulang dikala waktu liburan, kecuali sakit. Maklum bersama keluarga kan lebih nyaman dan bahagia. Tapi itu pun juga tidak bertahan lama, hanya beberapa minggu saja, saya mulai merasakan pentingnya menuntut ilmu, pelajaran dan kitab yang disampaikan pun mulai mampu saya serap, boleh dibilang awalnya saya adalah santri yang pandai dan rajin, hampir tidak pernah mendapat hukuman berdiri di karenakan tidak menghafal pelajaran, prestasi juga lumayan baik, dan juga hampir tidak pernah melakukakan pelanggaran-pelanggaran lain, namun itu hanya berjalan sekitar 2 tahun. Namun semenjak saya duduk di bangku SMA tepatnya di sekolah MA Hasyim Asy’ari Bangsri, maklum masih satu Yayasan dengan sekolahku dulu, pada saat inilah prestasiku mulai menurun.
C. Di Pontren DT
Saya banyak mendapatkan ilmu berharga, hafalan-hafalan dan benar-benar ilmu-ilmu yang bermanfaat, dan yang paling utama adalah pelajaran mengenai Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, kitab-kitab nahwu-sorof (Juruimiyyah, Umriti, AL Fiyah Ibnu Malik, Nadhom Maqsud, dll.), pelajaran akhlaq, budi pekerti, dan pelajaran-pelajaran hidup lainnya. Dalam hal berteman pun cukup baik, banyak teman yang mau berteman dengan sikap ku yang ramah-tamah dan nyambung yang kadang-kadang bayak humornya, yang paling masih teringat yaitu mbah Sahil, Hasan Basori, kang Dzakirin, Heri K, kang Abdul Mu’in, Kholilur Rahman, Anif Syaifuddin, Khadiq banjaran, kang Ghofur, Muaziz, dan sebenarnya banyak sekali namun saya tidak bisa menyebutkan satu persatu. Kala di Pontren pun yang paling seneng adalah ketika ngaji di ndalem, yach maklum manusia normal, karena bisa sambil cari perhatian santriwati DT.haha…. dan yang paling menggemaskan adalah ketika mendapat takziran sholat jama’ah, disuruh bersiin kamar mandi dan WC….bauuuuu…! namun semua itu saya tekankan kembali hanya perjalanan dan pengalaman hidup. Dan kadang-kadang kalo lagi bosen di Pontren pun saya dan teman-teman lain sering mbolos, pokoknya main apa aja, mulai Play Station, Merokok (pi mf sy tdk merokok..hhe), nonton Dangdut, dll.
Sejujurnya saya juga lebih menyukai keadaan Pontren DT yang dulu, karena rasa ke-klasik-annya masih ada dan rasa alaminya pun masi kental, apalagi ketika masak sendiri, tiap sore bareng-bareng sama teman pergi kesungai minta sayuran kangkung sama warga sekitar, buat lauk, dan kadang-kadang memetik buah Juwet diseberang sungai, Memang sih sekarang lebih modern, tapi menurutku akan lebih sulit untuk belajar mandiri, jadi terkesannya seperti tinggal di Kos atau Asrama.hhehee…
D. Kala di Penghujung Pontren
Semenjak saya duduk di bangku SMA di sekolah MAHABA saya mulai mengenal bayak lingkungan yang membawaku ke jenjang kehidupan remaja pada umumnya, mulai banyak keinginan, bahkan kadang-kadang saya menomorduakan Pontren-ku, yach banyak alasan lah.., ada les lah…, ada rapat lah…, ada aja alas an yang keluar dari pikiranku, namun yang paling menyedihkan pada diriku saat itu adalah ketika keluargaku mengalami kesulitan ekonomi, sebagai anak yang mulai menjadi remaja, saya mulai sedikit ikut memikirkan ekonomi keluarga, di mulai ketika di Pontren mulai menggalakkan system makan wajib di ndalem, sungguh dari hatiku yang paling dalam, saya sebenarnya tidak setuju, di karenakan saya dan beberapa teman lain tidak bisa masak sendiri lagi, maklum kala itu saya dan beberapa teman lain memilih masak sendiri supaya lebih menghemat, namun semenjak diberlakukannya system demikian kami sedikit terberatkan, awal-awal system itu saya bisa membayar makan tiap bulan, namun pada akhirnya ketika keluargaku mengalami kesulitan ekonomi, sehingga saya harus bilang ke romo kyai (pengasuh Pontren DT) untuk minta keringanan biaya makan, yaitu kala itu saya memilih makan wajib satu kali saja dan akupun mulai sering menjalankan Puasa sunnah supaya lebih menghemat dan melatih diri. Ada yang lebih penting, keputusan penting kala itu adalah ketika benar-benar keluargaku mengalami kesulitan ekonomi, saya pun mulai mencari jalan keluar, agar mendapatkan uang tambahan untuk makan sehari-hari. yaitu saya memberanikan diri datang ke kepala sekolahku MAHABA, saya bilang “ pak saya minta keringanan biaya sekolah”! dan minta tolong untuk mempekerjakan saya sebagai Cleaning Service atau office Boy”? pada akhirnya kepala sekolahku menyetujui memberikan keringanan biaya sekolahku, dan juga menjadikannku sebagai OB, dengan catatan harus tidur disekolah, namun saya tidak langsung menerimanya, saya perlu waktu untuk memutuska, beliau pun menyetujui, kala itu sungguh berat pilihanku antara di Pontren DT atau menjadi OB di MAHABA???? Berhari-hari saya merenungkan penawaran bapak kepala sekolah, pada akhirnya saya memberanikan diri menghadap matur romo kyai (pengasuh Pontren DT):
Saya : “Bapak…kulo nggadahi masalah engkang rumit, kulo badhe nyuwun pangestunipun panjenengan”.
romo kyai (pengasuh Pontren DT): ono opo, za?
Saya : “mekaten kyai, kulo nggadahi masalah kesulitan ekonomi, sehinggo kulo nyuwun pangestunipon, wingi kulo matur kepala sekolah MAHABA, kulo nyuwun pekerjaan ten sekolahan, keranten kangge mbantu keluwargo kulo, Kepala sekolah matur, kulo di paringi yen kulo purun di ken tilem ten sekolahan.
romo kyai (pengasuh Pontren DT) : terus ngajimu kepiye??
Saya : mekaten kyai, sak mangkeh kulo nga’osipun supados biasa nipun, lajeng namung tilem kulo ingkang ten sekolahan, nek ngoten pripon kyai??
romo kyai (pengasuh Pontren DT) : yo wes sak karepmu, seng penting kuwe iso melu ngaji…tur ojo durhoko
saya : inggeh kyai…
Semenjak saat itulah saya mulai melaksanakan tugas saya sebagai OB disekolah, pada awalnya semua berjalan lancar dan tidak ada masalah, persoalan di mulai ketika saya mulai duduk di kelas 2 SMA, saya menjadi Ketua OSIS, sehingga menjadikan tugasku semakin berat dan sering kecapek an, sehingga kadang-kadang tidak berangkat mengaji di Pontren yang jaraknya sekitar 500 meter dari sekolah. Dari kebiaasaan itulah akhirnya lama-kelamaan ngaji saya mulai kendor, kadang-kadang seminggu hanya 3 kali mengaji. Dan beberapa bulan sudah berlangsung, akhirnya saya di sekolah mendapatkan teman yang mau tidur disekolahan, sehingga saya mempunyai banyak waktu lagi untuk mengaji, sehingga saya bisa mondok lagi di Pontren, dan tugas tidur di gantikan temanku, tapi saya tetap menjadi OB. Dengan catatan honor dibagi 2, dan saya pun tidak keberatan, yang penting saya bisa ngaji dan mondok lagi (kenangku kala itu…) Namun itu juga hanya berjalan sekitar 3 bulan-an, karena temanku mulai mengadu ke kepala sekolah sehingga sampai sekitar 2 bulan menjelang ujian nasional,. Saya memutuskan untuk tidak mondok lagi, saya sadar ini sangatlah berat, namun demi konsentrasi uijian nasional SMA, maka saya lakukan itu, karena jika tidak, maka saya selalu kecapek an harus berjalan bolak-balik sekolahan Pontren, meski demikian saya senantiasa menjalin hubungan baik dengan Pontren..
Namun ada satu hal yang mungkin tidak diketahui oleh banyak orang, mengenai statusku ketika saya di Pontren kala itu, kebanyakan temen-temen santri dan sekolahku mengira saya hanya mondok dan sekolah saja, tapi pada kenyataannya, saya juga OB sekolah, dan uniknya lagi saya juga ketua OSIS…hhha, demikian juga orang-orang ditempat daerah asalku. Sinanggul. Juga beranggapan bahwa saya hanya mondok dan sekolah. Begitulah…!!
E. Pesan Moralku
Saya berharap cerita atau pengalaman suka dukaku tersebut bisa menjadi semangat untuk teman-temanku semua dalam menuntut ilmu, khususnya adik-adik angkatan yang masih mondok di Darut Ta’lim agar senantiasa mempergunakan waktu dan kepercayaan yang diberikan orang tua kepada santriwan-santriwati, lebih-lebih yang diberi rizki lebih oleh Allah SWT. Karena Ilmu memang mahal harganya, dalam artian, bukan berarti ilmu itu ada tarifnya, oh.. jelas bukan… yang jelas pergunakanlah kesempatan dan peluang yang Allah berikan kepada kita untuk terus menggali Ilmu-ilmu agama Islam dan Ilmu umum, saya sendiri sebenarnya juga seneng pada teman-teman yang berkesempatan dan mau menghafal Al Qur’an, sungguh mulia, orang tuaku dulu juga menganjurkan demikian, namun entah mengapa saya belum sanggup melaksanakan, semoga Allah membukakan pintu kebaikan buat saya. Siapapun diri kalian, semuanya mempunyai kesempatan untuk berekspresi dan mengembangkan diri, seperti halnya diriku, boleh dibilang paras wajah gak begitu menawan, Prestasi juga jeblok, ekonomi juga kelas menengah-kebawah, sekolah aja jalan kaki, hhehhee….!! tapi kenyataannya saya bisa menjadi Ketua OSIS, dan sekolahku pun boleh dibilang sekolah ternama di Kabupaten Jepara. jadi semua itu tergantung diri, bagaimana kita menempatkan diri kita terhadap lingkungan sekitar. Dan karena saya juga punya pandangan ingin dihargai dan dihormati orang lain, dengan catatan saya tidak boleh menyeleweng dari ajaran-ajaran Allah SWT. Salam Sukses!!!

*Penulis adalah Seorang Mahasiswa yang sedang belajar di Universitas Diponegoro Semarang

Tidak ada komentar: