Senin, 03 Desember 2012

Ikan Kakap Merah


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp)
2.1.1. Morfologi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp)
Menurut Saanin (1984), ikan Kakap Merah mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum              : Chordata
Sub Filum        : Vertebrata
Kelas               : Pisces
Sub Kelas        : Teleostei
Ordo                : Percomorphi
Famili              : Lutjanidae
Genus              : Lutjanus
Spesies            : Lutjanus sp.
layur
Gambar 2. Layur (Trichiurus savala)
(Wikipedia.org.id)

Famili Lutjanidae terdiri dari beragam spesies dengan ukuran berbeda dan bentuk tubuh yang berbeda.Familikurang lebih 103 spesies, sehingga salah satu famili ikan beragam dan terbesar di atara ikan-ikan lain. Lutjanids ditemukan di perairan tropis dan sering dikaitkan dengan habitat terumbu (Allen 1985). Kakap merupakan ikan yang memiliki nilai komersil yang tinggi baik di bidang berikanan tangkap dan rekreasi, namun permasalahan saat ini adalah eksploitasi yang tak terkendali (Newman dkk 1996;. Kaunda-Arara dan Ntiba 1997; Marriott dan Mapstone 2006;. Amezcua et al 2006). Karena nilai perikanan yang tinggi,  ada kekhawatiran tentang laju ekpoitasi yang meningkat sehingga mengancam tingakt keberlangsungan populasi ikan lutjanid. Perilaku agregatif dan distribusi terumbu karang berbasis membuat lutjanidae sangat rentan terhadap eksploitasi (Baskoro et al, 2004). Baskoro. M. S, Ronny. I.W, dan Arief Effendy. 2004. Migrasi dan Distribusi
                 Ikan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ciri-ciri Kakap Merah (Lutjanus sp.) mempunyai tubuh yang memanjang dan melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau sedikit cekung. Jenis ikan ini umumnya bermulut lebar dan agak menjorok ke muka, gigi konikel pada taring-taringnya tersusun dalam satu atau dua baris dengan serangkaian gigi caninnya yang berada pada bagian depan. Ikan ini mengalami pembesaran dengan bentuk segitiga maupun bentuk V dengan atau tanpa penambahan pada bagian ujung maupun penajaman. Bagian bawah pra penutup insang bergerigi dengan ujung berbentuk tonjolan yang tajam. Sirip punggung dan sirip duburnya terdiri dari jari-jari keras dan jari-jari lunak. Sirip punggung umumnya ada yang berkesinambungan dan berlekuk pada bagian antara yang berduri keras dan bagian yang berduri lunak. Batas belakang ekornya agak cekung dengan kedua ujung sedikit tumpul. Warna sangat bervariasi, mulai dari yang kemerahan, kekuningan, kelabu hingga kecoklatan. Mempunyai garis-garis berwarna gelap dan terkadang dijumpai adanya bercak kehitaman pada sisi tubuh sebelah atas tepat di bawah awal sirip punggung berjari lunak. Umumnya berukuran panjang antara 25 – 50 cm, walaupun tidak jarang mencapai 90 cm (Gunarso, 1995)
2.1.2.  Tingkah Laku Kakap Merah (Lutjanus spp)
Ikan Kakap tergolong diecious yaitu ikan ini terpisah antara jantan dan betinanya. Hampir tidak dijumpai seksual dimorfisme atau beda nyata antara jenis jantan dan betina baik dalam hal struktur tubuh maupun dalam hal warna. Pola reproduksinya gonokorisme, yaitu setelah terjadi diferensiasi jenis kelamin, maka jenis seksnya akan berlangsung selama hidupnya, jantan sebagai jantan dan betina sebagai betina. Jenis ikan ini rata-rata mencapai tingkat pendewasaan pertama saat panjang tubuhnya telah mencapai 41–51% dari panjang tubuh total atau panjang tubuh maksimum. Jantan mengalami matang kelamin pada ukuran yang lebih kecil dari betinanya.
Kelompok ikan yang siap memijah, biasanya terdiri dari sepuluh ekor atau lebih, akan muncul ke permukaan pada waktu senja atau malam hari di bulan Agustus dengan suhu air berkisar antara 22,2–25,2ºC. Ikan kakap jantan yang mengambil inisiatif berlangsungnya pemijahan yang diawali dengan menyentuh dan menggesek-gesekkan tubuh mereka pada salah seekor betinanya. Setelah itu baru ikan-ikan lain ikut bergabung, mereka berputarputar membentuk spiral sambil melepas gamet sedikit di bawah permukaan air. Secara umum ikan kakap merah yang berukuran besar akan bertambah pula umur maksimumnya dibandingkan yang berukuran kecil. Ikan kakap yang berukuran besar akan mampu mencapai umur maksimum berkisar antara 15–20 tahun, umumnya menghuni perairan mulai dangkal hingga kedalaman 60–100 meter (Gunarso, 1995).
Gunarso W. 1995. Mengenal Kakap Merah, Komoditi Ekspor Baru Indonesia. Diktat
Kuliah Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.
Ikan kakap pada umumnya merupakan jenis ikan karnivora, makanannya terdiri dari ikan-ikan kecil, krustasea, invertebrate lainnya (FAO, 1974). Makanan utama ikan merah adalah ikan, tetapi sering didapatkan makan udang, kepiting, stomatopoda, amphipoda dan Gastropoda.  Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Allen, 1985) menyimpulkan bahwa kelompok ikan Famili Lutjanidae merupakan ikan pemakan plankton (flankton feeder) yang bertolak belakang dengan hasil penelitian dari Biki (1988) yang menemukan ikan-ikan  Famili Lutjanidae merupakan ikan karnivor yang makanan utamanya adalah krustase. Namun kebiasaan makan sangat dipengaruh oleh umur ikan (bukaan mulut), sehingga dugaan kuat terhadap ikan yang mengkonsumsi planton merupakan jenis ikan yang bukaan mulutnya masih kesil atau anakan ikan, sebelum merubah makanan utamanya sabagai karnivor (Michelle R. Heupel et al, 2009, Monteiro, D. P et al, 2009).
 Michelle R. Heupel, Leanne M. Currey, Ashley J. Williams, Colin A. Simpfendorfer, Aaron C. Ballagh and Ann L. Penny. 2009. The Comparative Biology of Lutjanid Species on the Great Barrier Reef. Fishing and Fisheries Research Centre School of Earth and Environmental Sciences James Cook University, Townsville. Supported by the Australian Government’s Marine and Tropical Sciences Research Facility Project 4.8.3 Evaluation of the resiliency of key inter-reefal fish species.
 Perbedaan kebiasaan makan pada umumnya dipengaruhi oleh umur dan panjang ikan, terutama pada ikan-ikan akan mengalami perubahan diet umur dan ukuran tubuh, ukuran kecil cenderung memakan alga renik dan pada saat ukuran besar maka kebiasaan makan akan berubah ).  Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) menerima berbagai informasi mengenai keadaan sekelilingnya melalui beberapa inderanya, seperti melalui indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, peraba, linea lateralis dan sebagainya (Michelle R. Heupel, et al, 2010).
Michelle R. Heupel., Ann Penny., Ashley J. Williams.,Jacob P Kritzer., David J. Welch.,  Ross J. Marriott., Campbell R. Davies., and  Bruce D. Mapstone. 2010. Demographic Characteristics Of Exploited Tropical Lutjanids: A Comparative  Analysis. School of Earth and Environmental Sciences James Cook University.

2.1.3. Penyebaran dan Musim Ikan Kakap Merah (Lutjanus spp)
Ikan kakap termasuk salah satu jenis ikan yang hidup dan banyak dijumpai di perairan pantai, perairan karang, dan muara-muara sungai di seluruh di dunia terutama pada daerah subtropis. Habitat ikan merah (Lutjanus boutton) ditemukan di habitat karang, sehingga disebut juga sebagai ikan demersal (Manickchand, et al, 1996, McPherson, 1992).
Manickchand-Heileman, S. C. & D. A. T. Philipp. 1996. Reproduction, age and growth of the Caribbean red snapper (Lutjanus purpureus) in waters of Trindade and Tobago. Pp. 137- 149. In: Arreguín-Sanchez, F., J. L. Munro, M. C. Balgos & D. Pauly (Eds.). Biology, fisheries and culture of tropical groupers and snappers. ICLARM Co. Proc nf. Campeche, Mexico, 48: 449p.
Michelle R. Heupel, et al, (2010) menemukan pada tujuh jenis terumbu karang dapat dimanfaatkan oleh Lutjanid, dibandingkan dengan tingkat variasi intrafamili pada sejarah hidup untuk beberapa spesies yang siap panen. Di Hawai ikan kakap yang di introduksi pada tahun 1950an-1960an pada perairan dangkal dapat hidup dan berkembang, dari tiga jenis kakap yang di introduksi dapat berkembang dengan baik hingga saat ini (Randall, 1987). Keberhasilan introduksi dari kakap ini terdokumentasi berdasarkan waktu awal hingga menyusuri pada setiap jalur lintasan sepanjang pesisir Hawai. Jalur yang dilintasi oleh salah satu jenis kakap putih  ini dapat dilihat pada gambar 2. Sekitar 3.170 ekor kakap putih menyusuri kepulawan Marquesas ke Hawai pada tahun 1955, dan 2.435 ekor pada tahun 1958 yang dirilis oleh Kaneohe Bay dan Oahu,  (Oda dan Parrish, 1981; Randall, 1987).
Menurut Djamal dan Marzuki (1992), Djamal R. dan S. Marzuki. 1992. Analisis Usaha Penangkapan Kakap Merah dan Kerapu dengan Pancing Prawe, Jaring Nylon, Pancing Ulur dan Bubu. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut. Balitbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Daerah penyebaran kakap merah hampir di seluruh Perairan Laut Jawa, mulai dari Perairan Bawean, Kepulauan Karimun Jawa, Selat Sunda, Selatan Jawa, Timur dan Barat Kalimantan, Perairan Sulawesi, Kepulauan Riau. Secara umum ikan kakap memiliki laju tumbuh relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ikan laut lainnya  dan merupakan komoditas perikanan yang mempunyai prospek mendukung pengembangan budi daya di masa datang.
Kelompok ikan dari famili Lutjanidae pada umumnya menempati wilayah perairan dengan substrat sedikit berkarang dan banyak tertangkap pada ke dalaman antara 40-70 m terutama untuk yang berukuran besar, ikan muda yang masih berukuran kecil biasa menempati daerah hutan bakau yang dangkal atau daerah-daerah yang banyak ditumbuhi oleh rumput laut (Widodo et al., 1991 dalam Herianti dan Djamal, 1993). Grimes (1987) menyatakan kelompok ikan kakap umumnya hidup di perairan dengan substrat dasar sedikit berkarang, pada kedalaman antara 40-100 m, sedangkan ikan-ikan muda didapatkan di daerah hutan bakau, rumput laut, dan karang-karang dangkal.

2.2.  Unit Penangkapan Ikan Kakap Merah
2.2.1.  Alat Penangkapan Ikan Kakap Merah
Ikan kakap merah tergolong ikan demersal yang penangkapannya menggunakan pancing, encircling net dengan rumpon, jaring insang dan trawl (Ditjen Perikanan 1990)., Sementara berdasarkan data statistik Jawa Tengah terdapat empat jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kakap merah antara lain payang, trammel net, bagan, dan handline (pancing ulur dan pancing rawai). Namun alat yang sering digunakan untk menangkap ikan kakap merah adalah pancing ulur dan pancing rawai, dimana nelayan jepara biasa menggunakan pancing perawai dasar (bottom long line).
            Perawai adalah salah satu jenis alat tangkap ikan yang terdiri dari rangkaian tali-temali yang bercabang-cabang dan pada tiap-tiap ujung cabangnya dikaitkan sebuah pancing. Secara teknis operasional rawai termasuk dalam jenis perangkap, karena dalam operasionalnya tiap-tiap pancing diberi umpan yang tujuanya untuk menarik ikan sehingga ikan memakan umpan tersebut dan terkait oleh pancing, akan tetapi secara material ada yang mengklasifikasikan rawai termasuk dalam golongan penangkapan ikan dengan tali line fishing karena bahan utama untuk rawai ini terdiri dari tali-temali (Sadhori, 1985).
Handline termasuk dalam klasifikasi fishing line. Handline merupakan bentuk yang paling sederhana dari kategori fishingline yang terdiri dari tali dengan panjang tertentu, pemberat dan sekurangnya satu mata pancing. Dapat juga ditambah dengan swivel dan pelampung jika diperlukan. Handline biasanya mempunyai satu buah mata pancing, namun dapat juga dipasang beberapa. Handline yang menggunakan beberapa mata pancing menggunakan beberapa tali cabang (branchline) untuk mengikat mata pancing yang dirangkai pada satu tai utama (mainlie). Jenis handline yang seperti ini disebut vertikal longline (rawai vertikal). Pengoperasian dari handline sangat mudah, umumnya nelayan memegang ujung dari tali pancing (biasanya digulung dengan penggulung), merasakan dengan jari apabila ikan menggigit umpan, kemudian memposisikan mata pancing agar ikan tidak lolos dan mengangkat tali pancing apabila ikan telah terkait mata pancing (Von Brandt, 2005).
Menurut Sadhori (1985), ada berbagai macam bentuk rawai yang berdasarkan susunan mata pancing pada tali utama:
a.          Rawai tegak (Vertikal long line).
b.         Pancing ladung
c.          Rawai mendatar (Horizontal long line). 
Menurut Ayodhya (1981), dibandingkan dengan alat tangkap lain, alat tangkap pancing memiliki keunggulan yaitu:
a.          Struktur alat pancing tidak rumit dan penggunaannya mudah
b.        Organisasi usahanya kecil sehingga tidak banyak membutuhkan modal dan SDM
c.         Syarat fishing ground sedikit sehingga lebih bebas memilih
d.        Pengaruh cuaca dan suasana alam relative kecil
e.         Kesegaran hasil tangkapan terjamin
Alat tangkap ini juga memiliki kelemahan antara lain:
a.         Tidak dapat menangkap ikan dalam jumlah banyak dalam waktu singkat
b.        Memerlukan umpan
c.         Diperlukan keahlian memancing perseorangan
d.        Karena merupakan alat tangkap yang pasig maka tertangkapnya ikan sangat ditentukan oleh ketertarikan pada umpan
Menurut Ayodhya (1979) menyebutkan bahwa secara garis besar konstruksi dari long line terdiri dari tali pelampung (buoy line), tali utama (main line), tali cabang (branch line), kawat/ tali mata pancing (hook wire), mata pancing dengan umpan (hook with bite), dan pelampung. Selain itu juga terdapat alat bantu seperti bendera, radio buoy, dan lain-lain.
Von Brandt (1984), menyatakan efektifitas alat tangkap rawai bukan hanya dipengaruhi oleh factor desain dari mata pancing serta tipe ukuran dan bentuk umpan saja tetapi juga dipengaruhi oleh bahan, panjang, dan jarak antara tali cabang. Bahan monofilament untuk tali utaa dan tali cabang sangat baik digunakan karena kemungkinan terbelit. Ia juga menambahkan bahwa pada perairan yang dasarnya berlumpur rawai tidak dipasang menyentuh dasar, tapi dipasang diatas dasar pada jarak tertentu dengan menggunakan bantuan pelampung. Dengan mengatur panjang tali pelampung ini nelayan dapat mengatur jarak mata pancing dari dasar perairan.
2.2.2.  Nelayan dan Perahu Penangkap Ikan
            Perahu yang digunakan pada pengoperasian pancing rawai di jepara yaitu jenis perahu motor yang sudah dilengkapi dengan motor temple bermesin diesel dengan kekuatan 15 – 25 PK. Dimensi dari perahu tersebut yaitu: panjang (P) berkisar antara 6 – 13 meter, lebar (L) 1 – 3 meter dan tinggi (D) 0.8 – 3 meter perahu ini juga dilengkapi dengan alat penyeimbang pada kedua sisinya yang disebut kincang. Kincang tersebut terbuat dari bambu dengan panjang sekitar 7 meter (Nurhayati, 2006).
            Anggawangsa (2008) mengatakan bahwa pada perahu ini diperlukan juga beberapa alat tambahan untuk menunjang operasional penangkapan yaitu:
a.       Lampu tekan / vetromak
Vetromak digunakan sebagai penerangan pada saat pengoperasian pancing rawai dilakukan malam hari
b.      Cool box
Cool box digunakan untuk menyimpan ikan layur hasil tangkapan agar tersusun rapid an tidak rusak. Ikan Layur yang telah tersusun dalam cool box kemudian diberi es curah untuk menjaga kesegarannya
c.       Dayung
Walaupun sudah menggunakan motor temple, dayung tetap diperlukan untuk memudahkan mengatur posisi kapal
d.      Serok
Serok digunakan untuk memudahkan nelayan pada saat pengangkatan hasil tangkapan dari air ke perahu
e.       Jangkar kayu
Jangkar digunakan agar posisi kapal tetap pada saat setting dengan tali jangkar sepanjang 100 – 200 m
Nelayan yang mengoperasikan pancing rawai dengan menggunakan perahu congkreng sebanyak 1 – 4 orang per unit penangkapan. Satu orang bertugas mengemudikan kapal sekaligus pemancing dan yang lainnya sebagai pemancing dan mempersiapkan keperluan sebelum setting, seperti memasang umpan. Dalam sekali setting satu orang nelayan dapat mengoperasikan beberapan pancing sekaligus tergantung dari kemahiran masing-masing nelayan.

2.3.  Umpan
Umumnya ikan mendeteksi adanya umpan melalui reseptor yang dimilikinya dan hal ini bergantung pada jenis reseptor tertentu yang mendominasi pada jenis ikan tersebut. Oleh karena itu, memilih umpan disesuaikan dengan kesukaan makan ikan sasaran, dengan mempertimbangkan kemampuan ikan mendeteksi makanan (Gunarso, 1985).
Subani (1983), menyatakan bahwa umpan penting dapat dibagi menjadi tiga kelompok,yaitu :
a.    Umpan tipuan (artificial bait)
b.    Umpan tiruan (imitation bait)
c.    Umpan sejati (natural bait)
Selanjutnya menurut Subani (1983), dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan umpan tipuan adalah umpan yang dibuat asal saja, dan dibuat dari bahan-bahan tertentu misalnya bulu ayam, bulu domba dan sebagainya. Contoh dari umpan tipuan adalah umpan yang digunakan pada pancing tonda di daerah kepulauan seribu, yang dibuat dari bulu ayam.
Umpan tiruan adalah umpan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai umpan sejati. Dalam hal ini adalah ada yang dibuat bentuk dan warnanya menyerupai cumi-cumi, udang atau ikan. Umpan tiruan ini biasanya dibuat dari plastic dan banyak dijual dit took alat perikanan (Subani, 1983).
Umpan sejati adalah umpan yang diambil dari alam. Umpan tersebut bisa merupakan ikan segar, cumi-cumi segar atau ikan segar yang dipotong-potong. Dalam memilih umpan sejati ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa umpan tersebut mudah dikaitkan pada mata pancing, baik melalui dorsal, melalui tutup insang, mulut atau mata (Irawan, 1981).
Menurut Subani (1983), umpan yang baik memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.    Umpan tersebut masih segar
b.    Umpan cerah atau putih keperakan
c.    Dagingnya cukup kenyal dan tidak mudah hancur pada saat umpan tersebut  direndam dalam suatu perairan untuk watu yang lama
d.   Baunya merangsang, terutama bau amis ikan segar
e.    Ukurannya sesuai dengan ukuran mata pancing
Sebenarnya sesuai jenis ikan dapat digunakan untuk umpan, tetapi hendaknya dipilih jenis ikan yang disenangi oleh ikan yang menjadi sasaran tangkapan, harga murah, mudah didapat dan tertangkap sepanjang tahun.
2.4.  Distribusi Ikan Kakap Merah
Jenis ikan kakap merah termasuk ikan carnivor. Ikan ini merupakan predator yang senantiasa aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal). Aktivitas ikan nocturnal tidak seaktif ikan diurnal atau ikan yang aktif pada waktu siang hari. Pergerakan ikan nocturnal  cenderung lambat ataupun pasif, adapun arah pergerakannya tidak seluas ikan diurnal. Diduga ikan nocturnal lebih banyak menggunakan indra perasa dan penciuman dibandingkan indra penglihatannya. Bola mata yang besar menunjukkan ikan nocturnal menggunakan indra penglihatannya untuk ambang batas intensitas cahaya tertentu, tetapi tidak untuk intensitas cahaya yang kuat (Iskandar dan Mawardi, 1997 dalam Wontek, R. 2012).
Wontek, R. 2012. Makanan dan Kebiasaan Makan. http://dunia-budidaya.blogspot.com/2009/07/makanan-dan-kebiasaan-makan.html. 28 November  2012.

Berdasarkan sumber di atas dapat disimpulkan bahwa ikan kakap merah lebih suka mencari makan pada malam hari dari pada siang hari, sehingga kemungkinan terbesar tertangkap pada malam hari lebih besar, karena pada umumnya ikan kakap termasuk ikan nocturnal, yaitu ikan kakap merah lebih mengandalkan indra penciuman dalam memakan umpan atau mangsanya. kampusperikanan https://www.facebook.com/katroksekali

Tidak ada komentar: