II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp)
2.1.1.
Morfologi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp)
Menurut Saanin
(1984), ikan Kakap Merah mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub
Filum : Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub
Kelas : Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Famili
: Lutjanidae
Genus
: Lutjanus
Spesies
: Lutjanus sp.
Gambar 2. Layur (Trichiurus savala)
(Wikipedia.org.id)
Famili Lutjanidae
terdiri dari beragam spesies dengan ukuran berbeda dan bentuk tubuh yang berbeda.Familikurang lebih 103 spesies,
sehingga salah satu famili
ikan beragam dan terbesar di
atara ikan-ikan lain. Lutjanids
ditemukan di perairan tropis dan sering dikaitkan dengan habitat terumbu (Allen
1985). Kakap merupakan ikan yang memiliki
nilai komersil yang tinggi baik di bidang berikanan tangkap dan rekreasi, namun
permasalahan saat ini adalah eksploitasi yang tak terkendali (Newman dkk
1996;. Kaunda-Arara dan Ntiba 1997; Marriott dan Mapstone 2006;. Amezcua et al
2006). Karena nilai perikanan yang tinggi, ada kekhawatiran tentang laju ekpoitasi yang
meningkat sehingga mengancam tingakt keberlangsungan populasi ikan lutjanid.
Perilaku agregatif dan distribusi terumbu karang berbasis membuat lutjanidae
sangat rentan terhadap eksploitasi (Baskoro et al, 2004). Baskoro. M. S, Ronny. I.W, dan Arief Effendy.
2004. Migrasi dan Distribusi
Ikan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Ciri-ciri Kakap Merah (Lutjanus sp.) mempunyai tubuh
yang memanjang dan melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau sedikit
cekung. Jenis ikan ini umumnya bermulut lebar dan agak menjorok ke muka, gigi
konikel pada taring-taringnya tersusun dalam satu atau dua baris dengan
serangkaian gigi caninnya yang berada pada bagian depan. Ikan ini
mengalami pembesaran dengan bentuk segitiga maupun bentuk V dengan atau tanpa
penambahan pada bagian ujung maupun penajaman. Bagian bawah pra penutup insang
bergerigi dengan ujung berbentuk tonjolan yang tajam. Sirip punggung dan sirip
duburnya terdiri dari jari-jari keras dan jari-jari lunak. Sirip punggung
umumnya ada yang berkesinambungan dan berlekuk pada bagian antara yang berduri
keras dan bagian yang berduri lunak. Batas belakang ekornya agak cekung dengan
kedua ujung sedikit tumpul. Warna sangat bervariasi, mulai dari yang kemerahan,
kekuningan, kelabu hingga kecoklatan. Mempunyai garis-garis berwarna gelap dan
terkadang dijumpai adanya bercak kehitaman pada sisi tubuh sebelah atas tepat
di bawah awal sirip punggung berjari lunak. Umumnya berukuran panjang antara 25
– 50 cm, walaupun tidak jarang mencapai 90 cm (Gunarso, 1995)
2.1.2. Tingkah Laku Kakap Merah (Lutjanus spp)
Ikan Kakap tergolong diecious yaitu
ikan ini terpisah antara jantan dan betinanya. Hampir tidak dijumpai seksual
dimorfisme atau beda nyata antara jenis jantan dan betina baik dalam hal
struktur tubuh maupun dalam hal warna. Pola reproduksinya gonokorisme,
yaitu setelah terjadi diferensiasi jenis kelamin, maka jenis seksnya akan
berlangsung selama hidupnya, jantan sebagai jantan dan betina sebagai betina.
Jenis ikan ini rata-rata mencapai tingkat pendewasaan pertama saat panjang
tubuhnya telah mencapai 41–51% dari panjang tubuh total atau panjang tubuh
maksimum. Jantan mengalami matang kelamin pada ukuran yang lebih kecil dari
betinanya.
Kelompok ikan yang siap memijah,
biasanya terdiri dari sepuluh ekor atau lebih, akan muncul ke permukaan pada
waktu senja atau malam hari di bulan Agustus dengan suhu air berkisar antara
22,2–25,2ºC. Ikan kakap jantan yang mengambil inisiatif berlangsungnya
pemijahan yang diawali dengan menyentuh dan menggesek-gesekkan tubuh mereka
pada salah seekor betinanya. Setelah itu baru ikan-ikan lain ikut bergabung,
mereka berputarputar membentuk spiral sambil melepas gamet sedikit di bawah
permukaan air. Secara umum ikan kakap merah yang berukuran besar akan bertambah
pula umur maksimumnya dibandingkan yang berukuran kecil. Ikan kakap yang
berukuran besar akan mampu mencapai umur maksimum berkisar antara 15–20 tahun,
umumnya menghuni perairan mulai dangkal hingga kedalaman 60–100 meter (Gunarso,
1995).
Gunarso W. 1995. Mengenal Kakap Merah,
Komoditi Ekspor Baru Indonesia. Diktat
Kuliah Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.
Ikan kakap pada umumnya merupakan jenis ikan karnivora,
makanannya terdiri dari ikan-ikan kecil, krustasea, invertebrate lainnya (FAO,
1974). Makanan utama ikan merah adalah ikan, tetapi sering didapatkan makan
udang, kepiting, stomatopoda, amphipoda dan Gastropoda. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh (Allen, 1985) menyimpulkan bahwa kelompok ikan
Famili Lutjanidae merupakan ikan pemakan plankton (flankton feeder) yang
bertolak belakang dengan hasil penelitian dari Biki (1988) yang menemukan
ikan-ikan Famili Lutjanidae merupakan ikan karnivor yang makanan utamanya adalah
krustase. Namun kebiasaan makan sangat dipengaruh oleh umur ikan (bukaan
mulut), sehingga dugaan kuat terhadap ikan yang mengkonsumsi planton merupakan
jenis ikan yang bukaan mulutnya masih kesil atau anakan ikan, sebelum merubah
makanan utamanya sabagai karnivor (Michelle R. Heupel et al, 2009, Monteiro, D.
P et al, 2009).
“ Michelle R. Heupel, Leanne M.
Currey, Ashley J. Williams, Colin A. Simpfendorfer, Aaron C. Ballagh and Ann L.
Penny. 2009. The Comparative Biology of Lutjanid
Species on the Great Barrier Reef. Fishing and Fisheries
Research Centre School of Earth and Environmental Sciences James Cook
University, Townsville. Supported by the Australian Government’s Marine and
Tropical Sciences Research Facility Project 4.8.3 Evaluation of the resiliency
of key inter-reefal fish species.
Perbedaan kebiasaan makan pada umumnya dipengaruhi oleh
umur dan panjang ikan, terutama pada ikan-ikan akan mengalami perubahan diet
umur dan ukuran tubuh, ukuran kecil cenderung memakan alga renik dan pada saat
ukuran besar maka kebiasaan makan akan berubah ). Ikan Kakap Merah (Lutjanus
sp.) menerima berbagai informasi mengenai keadaan sekelilingnya melalui
beberapa inderanya, seperti melalui indera pengelihatan, pendengaran,
penciuman, peraba, linea lateralis dan sebagainya (Michelle R. Heupel,
et al, 2010).
“Michelle R. Heupel., Ann Penny.,
Ashley J. Williams.,Jacob P Kritzer., David J. Welch., Ross J. Marriott.,
Campbell R. Davies., and Bruce D. Mapstone. 2010. Demographic
Characteristics Of Exploited Tropical Lutjanids: A Comparative Analysis.
School of Earth and Environmental Sciences James Cook University.
2.1.3.
Penyebaran dan Musim Ikan Kakap Merah (Lutjanus
spp)
Ikan kakap termasuk salah satu jenis ikan yang hidup dan
banyak dijumpai di perairan pantai, perairan karang, dan muara-muara sungai di
seluruh di dunia terutama pada daerah subtropis. Habitat ikan merah (Lutjanus
boutton) ditemukan di habitat karang, sehingga disebut juga sebagai ikan
demersal (Manickchand, et al, 1996, McPherson, 1992).
“Manickchand-Heileman, S. C. & D.
A. T. Philipp. 1996. Reproduction, age and growth of the Caribbean red snapper
(Lutjanus
purpureus) in waters of Trindade and Tobago. Pp. 137- 149. In:
Arreguín-Sanchez, F., J. L. Munro, M. C. Balgos & D. Pauly (Eds.). Biology,
fisheries and culture of tropical groupers and snappers. ICLARM Co. Proc nf. Campeche,
Mexico, 48: 449p.
Michelle R. Heupel, et al, (2010) menemukan pada tujuh jenis
terumbu karang dapat dimanfaatkan oleh Lutjanid, dibandingkan dengan
tingkat variasi intrafamili pada sejarah hidup untuk beberapa spesies yang siap
panen. Di Hawai ikan kakap yang di introduksi pada tahun 1950an-1960an pada
perairan dangkal dapat hidup dan berkembang, dari tiga jenis kakap yang di
introduksi dapat berkembang dengan baik hingga saat ini (Randall, 1987).
Keberhasilan introduksi dari kakap ini terdokumentasi berdasarkan waktu awal
hingga menyusuri pada setiap jalur lintasan sepanjang pesisir Hawai. Jalur yang
dilintasi oleh salah satu jenis kakap putih ini dapat dilihat pada gambar
2. Sekitar 3.170 ekor kakap putih menyusuri kepulawan Marquesas ke Hawai pada
tahun 1955, dan 2.435 ekor pada tahun 1958 yang dirilis oleh Kaneohe Bay dan Oahu,
(Oda dan Parrish, 1981; Randall, 1987).
Menurut
Djamal dan Marzuki (1992), Djamal R. dan
S. Marzuki. 1992. Analisis Usaha Penangkapan Kakap Merah dan Kerapu dengan
Pancing Prawe, Jaring Nylon, Pancing Ulur dan Bubu. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut. Balitbang
Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Daerah
penyebaran kakap merah hampir di seluruh Perairan Laut Jawa, mulai dari
Perairan Bawean, Kepulauan Karimun Jawa, Selat Sunda, Selatan Jawa, Timur dan
Barat Kalimantan, Perairan Sulawesi, Kepulauan Riau. Secara umum ikan kakap memiliki laju
tumbuh relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ikan laut lainnya dan
merupakan komoditas perikanan yang mempunyai prospek mendukung pengembangan
budi daya di masa datang.
Kelompok ikan dari famili Lutjanidae pada umumnya menempati
wilayah perairan dengan substrat sedikit berkarang dan banyak tertangkap pada
ke dalaman antara 40-70 m terutama untuk yang berukuran besar, ikan muda yang
masih berukuran kecil biasa menempati daerah hutan bakau yang dangkal atau
daerah-daerah yang banyak ditumbuhi oleh rumput laut (Widodo et al.,
1991 dalam Herianti dan Djamal, 1993). Grimes (1987) menyatakan kelompok
ikan kakap umumnya hidup di perairan dengan substrat dasar sedikit berkarang,
pada kedalaman antara 40-100 m, sedangkan ikan-ikan muda didapatkan di daerah
hutan bakau, rumput laut, dan karang-karang dangkal.
2.2. Unit Penangkapan Ikan Kakap Merah
2.2.1. Alat Penangkapan Ikan Kakap Merah
Ikan kakap merah tergolong ikan demersal yang
penangkapannya menggunakan pancing, encircling net dengan rumpon, jaring
insang dan trawl (Ditjen Perikanan 1990)., Sementara berdasarkan data
statistik Jawa Tengah terdapat empat jenis alat tangkap yang digunakan untuk
menangkap ikan kakap merah antara lain payang, trammel net, bagan, dan handline (pancing ulur dan pancing rawai).
Namun alat yang sering digunakan untk menangkap ikan kakap merah adalah pancing
ulur dan pancing rawai, dimana nelayan jepara biasa menggunakan pancing perawai
dasar (bottom long line).
Perawai adalah salah satu
jenis alat tangkap ikan yang terdiri dari rangkaian
tali-temali yang bercabang-cabang dan pada tiap-tiap ujung cabangnya dikaitkan
sebuah pancing. Secara teknis operasional rawai termasuk dalam jenis perangkap,
karena dalam operasionalnya tiap-tiap pancing diberi umpan yang tujuanya untuk
menarik ikan sehingga ikan memakan umpan tersebut dan terkait oleh pancing, akan
tetapi secara material ada yang mengklasifikasikan rawai termasuk dalam
golongan penangkapan ikan dengan tali line
fishing karena bahan utama untuk rawai ini terdiri dari tali-temali
(Sadhori, 1985).
Handline termasuk
dalam klasifikasi fishing line. Handline merupakan bentuk yang
paling sederhana dari kategori fishingline yang terdiri dari tali dengan
panjang tertentu, pemberat dan sekurangnya satu mata pancing. Dapat juga
ditambah dengan swivel dan pelampung jika diperlukan. Handline biasanya
mempunyai satu buah mata pancing, namun dapat juga dipasang beberapa. Handline
yang menggunakan beberapa mata pancing menggunakan beberapa tali cabang (branchline)
untuk mengikat mata pancing yang dirangkai pada satu tai utama (mainlie).
Jenis handline yang seperti ini disebut vertikal longline (rawai
vertikal). Pengoperasian dari handline sangat mudah, umumnya nelayan memegang
ujung dari tali pancing (biasanya digulung dengan penggulung), merasakan dengan
jari apabila ikan menggigit umpan, kemudian memposisikan mata pancing agar ikan
tidak lolos dan mengangkat tali pancing apabila ikan telah terkait mata pancing
(Von Brandt, 2005).
Menurut
Sadhori (1985), ada berbagai macam bentuk rawai yang berdasarkan
susunan mata pancing pada tali utama:
a.
Rawai
tegak (Vertikal
long line).
b.
Pancing
ladung
c.
Rawai
mendatar (Horizontal long line).
Menurut Ayodhya (1981), dibandingkan
dengan alat tangkap lain, alat tangkap pancing memiliki keunggulan yaitu:
a.
Struktur alat pancing tidak rumit dan
penggunaannya mudah
b.
Organisasi usahanya kecil sehingga tidak
banyak membutuhkan modal dan SDM
c.
Syarat fishing ground sedikit sehingga
lebih bebas memilih
d.
Pengaruh cuaca dan suasana alam relative
kecil
e.
Kesegaran hasil tangkapan terjamin
Alat
tangkap ini juga memiliki kelemahan antara lain:
a.
Tidak dapat menangkap ikan dalam jumlah
banyak dalam waktu singkat
b.
Memerlukan umpan
c.
Diperlukan keahlian memancing
perseorangan
d.
Karena merupakan alat tangkap yang pasig
maka tertangkapnya ikan sangat ditentukan oleh ketertarikan pada umpan
Menurut Ayodhya (1979) menyebutkan bahwa
secara garis besar konstruksi dari long line terdiri dari tali pelampung (buoy line), tali utama (main line), tali cabang (branch line), kawat/ tali mata pancing (hook wire), mata pancing dengan umpan (hook with bite), dan pelampung. Selain
itu juga terdapat alat bantu seperti bendera, radio buoy, dan lain-lain.
Von Brandt (1984), menyatakan
efektifitas alat tangkap rawai bukan hanya dipengaruhi oleh factor desain dari
mata pancing serta tipe ukuran dan bentuk umpan saja tetapi juga dipengaruhi
oleh bahan, panjang, dan jarak antara tali cabang. Bahan monofilament untuk
tali utaa dan tali cabang sangat baik digunakan karena kemungkinan terbelit. Ia
juga menambahkan bahwa pada perairan yang dasarnya berlumpur rawai tidak
dipasang menyentuh dasar, tapi dipasang diatas dasar pada jarak tertentu dengan
menggunakan bantuan pelampung. Dengan mengatur panjang tali pelampung ini
nelayan dapat mengatur jarak mata pancing dari dasar perairan.
2.2.2. Nelayan dan Perahu Penangkap Ikan
Perahu yang digunakan pada pengoperasian
pancing rawai di jepara yaitu jenis perahu motor yang sudah dilengkapi dengan
motor temple bermesin diesel dengan kekuatan 15 – 25 PK. Dimensi dari perahu
tersebut yaitu: panjang (P) berkisar antara 6 – 13 meter, lebar (L) 1 – 3 meter
dan tinggi (D) 0.8 – 3 meter perahu ini juga dilengkapi dengan alat penyeimbang
pada kedua sisinya yang disebut kincang. Kincang tersebut terbuat dari bambu
dengan panjang sekitar 7 meter (Nurhayati, 2006).
Anggawangsa (2008) mengatakan bahwa
pada perahu ini diperlukan juga beberapa alat tambahan untuk menunjang
operasional penangkapan yaitu:
a.
Lampu tekan / vetromak
Vetromak
digunakan sebagai penerangan pada saat pengoperasian pancing rawai dilakukan
malam hari
b.
Cool box
Cool
box digunakan untuk menyimpan ikan layur hasil tangkapan agar tersusun rapid an
tidak rusak. Ikan Layur yang telah tersusun dalam cool box kemudian diberi es
curah untuk menjaga kesegarannya
c.
Dayung
Walaupun
sudah menggunakan motor temple, dayung tetap diperlukan untuk memudahkan
mengatur posisi kapal
d.
Serok
Serok
digunakan untuk memudahkan nelayan pada saat pengangkatan hasil tangkapan dari
air ke perahu
e.
Jangkar kayu
Jangkar
digunakan agar posisi kapal tetap pada saat setting dengan tali jangkar
sepanjang 100 – 200 m
Nelayan yang mengoperasikan pancing
rawai dengan menggunakan perahu congkreng sebanyak 1 – 4 orang per unit
penangkapan. Satu orang bertugas mengemudikan kapal sekaligus pemancing dan
yang lainnya sebagai pemancing dan mempersiapkan keperluan sebelum setting,
seperti memasang umpan. Dalam sekali setting satu orang nelayan dapat
mengoperasikan beberapan pancing sekaligus tergantung dari kemahiran
masing-masing nelayan.
2.3. Umpan
Umumnya ikan mendeteksi adanya umpan
melalui reseptor yang dimilikinya dan hal ini bergantung pada jenis reseptor
tertentu yang mendominasi pada jenis ikan tersebut. Oleh karena itu, memilih
umpan disesuaikan dengan kesukaan makan ikan sasaran, dengan mempertimbangkan
kemampuan ikan mendeteksi makanan (Gunarso, 1985).
Subani
(1983), menyatakan bahwa umpan penting dapat dibagi menjadi tiga kelompok,yaitu
:
a. Umpan
tipuan (artificial bait)
b. Umpan
tiruan (imitation bait)
c. Umpan
sejati (natural bait)
Selanjutnya
menurut Subani (1983), dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan umpan tipuan
adalah umpan yang dibuat asal saja, dan dibuat dari bahan-bahan tertentu
misalnya bulu ayam, bulu domba dan sebagainya. Contoh dari umpan tipuan adalah
umpan yang digunakan pada pancing tonda di daerah kepulauan seribu, yang dibuat
dari bulu ayam.
Umpan
tiruan adalah umpan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai umpan
sejati. Dalam hal ini adalah ada yang dibuat bentuk dan warnanya menyerupai
cumi-cumi, udang atau ikan. Umpan tiruan ini biasanya dibuat dari plastic dan
banyak dijual dit took alat perikanan (Subani, 1983).
Umpan
sejati adalah umpan yang diambil dari alam. Umpan tersebut bisa merupakan ikan
segar, cumi-cumi segar atau ikan segar yang dipotong-potong. Dalam memilih
umpan sejati ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa umpan tersebut mudah
dikaitkan pada mata pancing, baik melalui dorsal, melalui tutup insang, mulut
atau mata (Irawan, 1981).
Menurut
Subani (1983), umpan yang baik memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Umpan
tersebut masih segar
b. Umpan
cerah atau putih keperakan
c.
Dagingnya cukup kenyal dan tidak mudah
hancur pada saat umpan tersebut direndam
dalam suatu perairan untuk watu yang lama
d. Baunya
merangsang, terutama bau amis ikan segar
e. Ukurannya
sesuai dengan ukuran mata pancing
Sebenarnya
sesuai jenis ikan dapat digunakan untuk umpan, tetapi hendaknya dipilih jenis
ikan yang disenangi oleh ikan yang menjadi sasaran tangkapan, harga murah,
mudah didapat dan tertangkap sepanjang tahun.
2.4. Distribusi Ikan Kakap Merah
Jenis ikan kakap merah termasuk ikan carnivor.
Ikan ini merupakan predator yang senantiasa aktif mencari makan pada malam hari
(nocturnal). Aktivitas ikan nocturnal tidak seaktif ikan diurnal
atau ikan yang aktif pada waktu siang hari. Pergerakan ikan nocturnal
cenderung lambat ataupun pasif, adapun arah pergerakannya tidak seluas ikan diurnal.
Diduga ikan nocturnal lebih banyak menggunakan indra perasa dan
penciuman dibandingkan indra penglihatannya. Bola mata yang besar menunjukkan
ikan nocturnal menggunakan indra penglihatannya untuk ambang batas
intensitas cahaya tertentu, tetapi tidak untuk intensitas cahaya yang kuat
(Iskandar dan Mawardi, 1997 dalam Wontek, R. 2012).
Wontek, R. 2012. Makanan
dan Kebiasaan Makan. http://dunia-budidaya.blogspot.com/2009/07/makanan-dan-kebiasaan-makan.html. 28 November 2012.
Berdasarkan sumber di atas dapat
disimpulkan bahwa ikan kakap merah lebih suka mencari makan pada malam hari
dari pada siang hari, sehingga kemungkinan terbesar tertangkap pada malam hari
lebih besar, karena pada umumnya ikan kakap termasuk ikan nocturnal, yaitu ikan kakap merah lebih mengandalkan indra
penciuman dalam memakan umpan atau mangsanya. kampusperikanan https://www.facebook.com/katroksekali