Selasa, 10 Januari 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN BAGI HASIL

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 1964
TENTANG
BAGI HASIL PERIKANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa sebagai salah satu usaha untuk menuju kearah perwujudan
masyarakat sosialis Indonesia pada umumnya, khususnya untuk
meningkatkan taraf hidup para nelayan penggarap dan penggarap tambak
serta memperbesar produksi ikan, maka pengusahaan perikanan secara
bagi-hasil, baik perikanan laut maupun perikanan darat, harus diatur hingga
dihilangkan unsur-unsurnya yang bersifat pemerasan dan semua fihak yang
turut serta masing-masing mendapat bagian yang adil dari usaha itu;
b. bahwa selain perbaikan daripada syarat-syarat perjanjian bagi-hasil sebagai
yang dimaksudkan diatas perlu pula lebih dipergiat usaha pembentukan
koperasi-koperasi perikanan, yang anggota-anggotanya terdiri dari semua
orang yang turut serta dalam usaha perikanan itu;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat 1 jo pasal 20 ayat 1 serta pasal 27 ayat 2 dan pasal 33 Undangundang
Dasar;
2. Undang-undang No. 5 tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 104);
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. II/ MPRS/1960
jo Resolusi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. I/MPRS/1963;
4. Undang-undang No. 10 Prp tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No.
31) jo Keputusan Presiden No. 239 tahun 1964;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG
MEMUTUSKAN
Menetapkan : UNDANG – UNDANG tentang BAGI HASIL PERIKANAN
BAB I
Arti Beberapa Istilah
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan:
a. perjanjian bagi-hasil ialah perjanjian yang diadakan dalam usaha penangkapan atau
pemeliharaan ikan antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap atau pemilik tambak dan
penggarap tambak, menurut perjanjian mana mereka masing-masing menerima bagian dari
hasil usaha tersebut menurut imbangan yang telah disetujui sebelumnya;
b. nelayan pemilik ialah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas
sesuatu kapal/perahu yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan dan alat-alat
penangkapan ikan;
c. nelayan penggarap ialah semua orang yang sebagai kesatuan dengan menyediakan
tenaganya turut serta dalam usaha penang kapan ikan laut;
d. pemilik tambak ialah orang atau bada hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas suatu
tambak;
e. penggarap tambak ialah orang yang secara nyata, aktif menyediakan tenaganya dalam
usaha pemeliharaan ikan darat atas dasar perjanjian bagi-hasil yang diadakan dengan
pemilik tambak;
f. tambak ialah genangan air yang dibuat oleh orang sepanjang pantai untuk pemeliharaan
ikan dengan mendapat pengairan yang teratur;
g. hasil bersih ialah:
• bagi perikanan laut: hasil ikan yang diperoleh dari penangkapan, yang setelah diambil
sebagian untuk "lawuhan" para nelayan penggarap menurut kebiasaan setempat,
dikurangi dengan beban-beban yang menjadi tanggungan bersama dari nelayannelayan
dan para nelayan penggarap, sebagai yang ditetapkan didalam pasal 4 angka 1
huruf a;
• bagi perikanan darat: sepanjang mengenai ikan pemeliharaan yang diperoleh dari usaha
tambak yang bersangkutan dkurangi dengan beban-beban yang menjadi tanggungan
bersama dari pemilik tambak dan penggarap tambak, sebagai yang ditetapkan di dalam
pasal 4 angka 2 huruf a;
h. ikan pemeliharaan ialah ikan yang sengaja dipelihara dari benih yang pada umumnya
diperoleh dengan jalan membeli;
i. ikan liar adalah ikan yang terdapat di dalam tambak dan tidak tergolong ikan pemeliharaan.
BAB II
Pembagian Hasil Usaha
Pasal 2
Usaha perikanan laut maupun darat atas dasar perjanjian bagi-hasil harus diselenggarakan
berdasarkan kepentingan bersama dari nelayan pemilik dan nelayan penggarap serta pemilik
tambak dan penggarap tambak yang bersangkutan, hingga mereka masing-masing menerima
bagian dari hasil usaha itu sesuai dengan jasa yang diberikannya.
Pasal 3
(1) Jika suatu usaha parikanan diselenggarakan atas dasar perjanjian bagi-hasil, maka dari
hasil usaha itu kepada fihak nelayan penggarap dan penggarap tambak paling sedikit harus
diberikan bagian sebagai berikut:
1) perikanan laut:
a. jika dipergunakan perahu layar: minimum 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari
hasil bersih;
b. jika dipergunakan kapal motor: minimum 40% (empat puluh perseratus) dari hasil
bersih
2) perikanan darat:
a. mengenai hasil ikan pemeliharaan: minimum 40% (empat puluh perseratus) dari
hasil bersih;
b. mengenai hasil ikan liar: minimum 60% (enam puluh perseratus) dari hasil kotor.
3) Pembagian hasil diantara para nelayan penggarap dari bagian yang mereka terima
menurut ketentuan dalam ayat 1 pasal ini diatur oleh mereka sendiri, dengan diawasi
oleh Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan untuk menghindarkan terjadinya
pemerasan, dengan ketentuan, bahwa perbandingan antara bagian yang terbanyak dan
yang paling sedikit tidak boleh lebih dari 3 (tiga) lawan 1 (satu).
Pasal 4
Angka bagian fihak nelayan penggarap dan penggarap tambak sebagai yang tercantum dalam
pasal 3 ditetapkan dengan ketentuan, bahwa beban-beban yang bersangkutan dengan usaha
perikanan itu harus dibagi sebagai berikut:
1. Perikanan laut:
a. beban-beban yang menjadi tanggungan bersama dari nelayan pemilik dan fihak nelayan
penggarap: ongkos lelang, uang rokok/jajan dan biaya perbekalan untuk para nelayan
penggarap selama di laut, biaya untuk sedekah laut (selamatan bersama) serta iuraniuran
yang disyahkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan seperti
untuk koperasi, dan pembangunan perahu/kapal, dana kesejahteraan, dana kematian
dan lain-lainnya;
b. beban-beban yang menjadi tanggungan nelayan pemilik: ongkos pemeliharaan dan
perbaikan perahu/kapal serta alat-alat lain yang dipergunakan, penyusutan dan biaya
eksploitasi usaha penangkapan, seperti untuk pembelian solar, minyak, es dan lain
sebagainya.
2. Perikanan darat:
a. bahan-bahan yang menjadi tanggungan bersama dari pemilik tambak dan penggarap
tambak, uang pembeli benih ikan pemeliharaan, biaya untuk pengeduk saluran (caren),
biaya-biaya untuk pemupukan tambak dan perawatan pada pintu-air serta saluran, yang
mengairi tambak yang diusahakan itu;
b. bahan-bahan yang menjadi tanggungan pemilik tambak; disediakannya tambak dengan
pintu-air dalam keadaan yang mencukupi kebutuhan, biaya untuk memperbaiki dan
mengganti pintu-air yang tidak dapat dipakai lagi serta pembayaran pajak tanah yang
bersangkutan;
c. bahan-bahan yang menjadi tanggungan penggarap tambak: biaya untuk
menyelenggarakan pekerjaan sehari-hari yang berhubungan dengan pemeliharaan ikan
didalam tambak, dan penangkapannya pada waktu panen.
Pasal 5
(1) Jika menurut kebiasaan setempat pembagian bahan-bahan yang bersangkutan dengan
usaha perikanan itu telah diatur menurut ketentuan alam pasal 4, sedang bagian yang
diterima oleh fihak nelayan penggarap atau penggarap tambak lebih besar dari pada yang
ditetapkan dalam pasal 3, maka aturan yang lebih menguntungkan fihak nelayan penggarap
atau penggarap tambak itulah yang harus dipakai.
(2) Dengan tidak mengurangi apa yang ditentukan dalam ayat 1 pasal ini, maka jika disesuatu
daerah di dalam membagi bahan-bahan itu berlaku kebiasaan yang lain dari pada yang
dimaksudkan dalam pasal 4, yang menurut Pemerintah Daerah Tingkat I yang
bersangkutan sukar untuk disesuaikan dengan ketentuan dalam pasal tersebut, maka
Pemerintah Daerah Tingkat I itu dapat menetapkan angka bagian lain untuk fihak nelayan
penggarap atau penggarap tambak dari pada yang ditetapkan dalam pasal 3, asalkan
dengan demikian bagian yang diberikan kepada nelayan penggarap atau penggarap
tambak itu tidak kurang dari pada jika pembagian hasil usaha perikanan yang bersangkutan
diatur menurut ketentuan pasal 3 dan 4 tersebut di atas. Penetapan Pemerintah Daerah
Tingkat I itu memerlukan persetujuan dari Menteri Perikanan.
BAB III
Syarat-syarat Bagi Penggarap Tambak
Pasal 6
Yang diperbolehkan menjadi penggarap tambak hanyalah orang-orang warganegara Indonesia
yang secara nyata aktif menyediakan tenaganya dalam usaha pemeliharaan ikan darat
danyang tambak garapannya, baik yang dimilikinya sendiri atau keluarganya maupun yang
diperolehnya dengan perjanjian bagi-hasil, luasnya tidak akan melebihi atas maksimum,
sebagaimana yang ditetapkan menurut ketentuan Undang-Undang No. 56 Prp tahun 1960
(Lembaran-Negara tahun 1960 No. 174);
BAB IV
Jangka Waktu Perjanjian
Pasal 7
(1) Perjanjian bagi-hasil diadakan untuk waktu paling sedikit 2 (dua) musim, yaitu 1 (satu) tahun
berturut-turut bagi perikanan laut dan paling sedikit 6 (enam) musim, yaitu 3 (tiga) tahun
berturut-turut bagi perikanan darat, dengan ketentuan bahwa jika setelah jangka waktu itu
berakhir diadakan pembaharuan perjanjian maka para nelayan penggarap dan penggarap
tambak yang lamalah yang diutamakan.
(2) Perjanjian dan bagi-hasil tidak terputus karena pemindahan hak atas perahu/kapal, alat-alat
penangkapan ikan atau tambak yang bersangkutan kepada orang lain. Di dalam hal yang
demikian maka semua hak dan kewajiban pemiliknya yang lama beralih kepada pemilik
yang baru.
(3) Jika seorang nelayan penggarap atau penggarap tambak meninggal dunia, maka ahli
warisnya yang sanggup dan dapat menjadi nelayan penggarap tambak dan
menghendakinya, berhak untuk melanjutkan perjanjian bagi-hasil yang bersangkutan,
dengan hak dan kewajiban yang sama hingga jangka waktunya berakhir.
(4) Perjanjian bagi-hasil sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian hanya mungkin di dalam
hal-hal dan menurut ketentuan dibawah ini:
a. atas persetujuan kedua belah fihak yang bersangkutan;
b. dengan izin panitia Land Reform Desa jika mengenai perikanan darat atau suatu panitya
Desa yang akan dibentuk jika mengenai perikanan laut, atas tuntutan pemilik, jika
nelayan penggarap atau penggarap tambak yang bersangkutan tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana mestinya;
c. jika penggarap tambak tanpa persetujuan pemilik tambak menyerahkan pengusaha
tambaknya kepada orang lain.
(5) Pada berakhirnya perjanjian bagi-hasil baik karenaberakhirnya jangka waktu perjanjian
maupun karena salah satusebab tersebut pada ayat 4 pasal ini, nelayan penggarap dan
penggarap tambak wajib menyerahkan kembali kapal/perahu, alat-alat penangkapan ikan
dan tambak yang bersangkutan kepada nelayan pemilik dan pemilik tambak dan dalam
keadaan baik.
BAB V
Larangan-Larangan
Pasal 8
(1) Pembayaran uang atau pemberian benda apapun juga kepada seorang nelayan pemilik
atau pemilik tambak, yang dimaksudkan untuk diterima sebagai nelayan penggarap tambak,
dilarang.
(2) Pelanggaran terhadap larangan tersebut pada ayat 1 Pasal ini mengakibatkan, bahwa uang
atau harga benda yang diberikan itu dikurangkan pada bagian nelayan pemilik atau pemilik
tambak dan hasil usaha perikanan yang bersangkutan dan dikembalikan kepada nelayan
penggarap atau penggarap tambak yang memberikannya.
(3) Pembayaran oleh siapapun kepada nelayan pemilik, pemilik tambak ataupun para nelayan
penggarap dan penggarap tambak dalam bentuk apapun juga yang mempunyai unsur ijon,
dilarang.
(4) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana dalam pasal 20 maka apa yang dibayarkan
tersebut pada ayat 3 pasal ini tidak dapat dituntut kembali dalam bentuk apapun.
Pasal 9
(1) Sewa-menyewa dan gadai-menggadai tambak dilarang, kecuali untuk keperluan yang
sangat mendesak selama jangka waktuyang terbatas ataupun keperluan penggaraman
rakyat, setelah ada izin khusus dari Asisten Wedana/Kepala Kecamatan yang
bersangkutan.
(2) Perjanjian sewa-menyewa tambak yang ada pada waktu mulai berlakunya Undang-undang
ini harus dihentikan setelah ikan yang dipelihara sekarang ini selesai dipanen.
(3) Mengenai gadai-menggadai tambak yang ada pada waktu mulai berlakunya Undangundang
ini berlaku ketentuan dalam pasal 7 Undang-undang No. 5 Prp tahun 1960
(Lembaran-Negara tahun 1960 No. 174).
BAB VI
Usaha Perikanan Atas Upah dan Sewa
Pasal 10
(1) Jika suatu usaha perikanan laut diselenggarakan oleh suatu perusahaan yang berbentuk
badan-hukum, dengan memberi upah tertentu kepada para buruh nelayan, maka penetapan
besarnya upah tersebut dilakukan dengan persetujuan Menteri Perburuhan, setelah
mendengar Menteri Perikanan dan organisasi-organisasi tani, nelayan dan buruh yang
menjadi anggota Front Nasional.
(2) Jika suatu usaha perikanan yang tidak termasuk golongan yang dimaksudkan dalam ayat 1
pasal ini diselenggarakan sendiri oleh nelayan pemilik atau pemilik tambak dengan memberi
upah tertentu kepada fihak buruh nelayan atau buruh tambak, maka oleh Pemerintah
Daerah Tingkat I diadakan peraturan tentang penetapan upah tersebut.
(3) Pemerintah Daerah Tingkat I dapat pula mengadakan peraturan tentang persewaan
perahu/kapal dan alat-alat penangkapan ikan.
(4) Di dalam membuat peraturan yang dimaksudkan dalam ayat 2 dan 3 pasal ini harus
diindahkan pedoman-pedoman yang diberikan oleh Menteri Perburuhan dan Menteri
Perikanan setelah mendengar organisasi-organisasi tani, nelayan dan buruh yang menjadi
anggota Front Nasional.
BAB VII
Ketentuan Untuk Menyempurnakan dan Kelangsungan
Usaha Perikanan
Pasal 11
Oleh Pemerintah Daerah Tingkat I dapat diadakan peraturan yang mewajibkan pemilik tambak
untuk memelihara dan memperbaiki susunan pengairan pertambakan, disamping saluransaluran
dan tanggul-tanggul yang ada didaerah pertambakan itu sendiri, yang semata-mata
dipergunakan untuk kepentingan pertambakan.
Pasal 12
Oleh Pemerintah diadakan peraturan tentang pembentukan dan penyelenggaraan dana-dana
yang bertujuan untuk menjamin berlangsungnya usaha perikanan, baik perikanan laut maupun
perikanan darat serta untuk memperbesar dan mempertinggi mutu produksinya, dalam mana
diikut-sertakan wakil-wakil organisasi-organisasi tani dan nelayan yang ditunjuk oleh Front
Nasional.
Pasal 13
(1) Jika seorang nelayan pemilik perahu/kapal atau lain-lain alat penangkapan ikan, yang
biasanya dipakai untuk usaha perikanan dengan perjanjian bagi hasil, tidak bersedia
menyediakan kapal/perahu atau alat-alat itu menurut ketentuan-ketentuan peraturan yang
dimaksudkan dalam pasal 3 dan 4 atau 5 dan dengan sengaja membiarkannya tidak
digunakan, maka Bupati/Walikota/Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan atau pejabat
yang ditunjuknya berwenang untuk menyerahkan kepada koperasi perikanan setempat
secara sewa-beli dengan nelayan pemilik untuk dipergunakan dalam usaha penangkapan
ikan.
(2) Syarat-syarat sewa-beli tersebut pada ayat 1 pasal ini ditetapkan secara musyawarah
dengan nelayan pemilik yang bersangkutan. Jika cara tersebut tidak membawa hasil, maka
syarat-syaratnya ditetapkan oleh Bupati/Walikota/Kepala Daerah Tingkat II, setelah
mendengar pertimbangan Dinas Perikanan Laut dan Organisasi-organisasi tani dan nelayan
yang menjadi anggota Front Nasional setempat. Terhadap ketetapan
Bupati/Walikota/Kepala Daerah Tingkat II tersebut dapat dimintakan banding kepada
Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, yang memberikan keputusan yang
mengikat kedua belah fihak.
(3) Jika nelayan pemilik kapal/perahu dan alat-alat penangkapan ikan itu tidak bersedia
menerima uang persewaan sebagai yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota/Kepala Daerah
Tingkat II atau Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I tersebut pada ayat 2 pasal ini, maka oleh
koperasi yang bersangkutan uang itu disimpan pada Bank Koperasi Tani dan Nelayan
setempat atas nama dan biaya nelayan pemilik tersebut.
Pasal 14
(1) Jika seorang pemilik tambak yang biasanya diusahakan denganperjanjian bagi-hasil dengan
sengaja tidak bersedia menyediakan tambaknya itu menurut ketentuan-ketentuan peraturan
yang dimaksudkan dalam pasal 3 dan 4 atau 5 dan membiarkannya tidak diusahakan
secara lain, maka Asisten Wedana/Kepala Kecamatan yang bersangkutan berwenang untuk
menyerahkannya kepada seorang atau beberapa orang penggarap tambak dengan
perjanjian bagi-hasil. Di dalam hal ini maka pada azasnya mereka yang biasa menggarap
tambak tersebut akan diutamakan
(2) Jika pemilik tambak tersebut pada ayat 1 pasal ini tidak bersedia untuk menerima
bagiannya sebagai yang ditetapkan menurut ketentuan dalam peraturan yang dimaksudkan
dalam pasal 3 dan 4 atau 5, maka setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang menjadi
beban pemilik sisa bagian pemilik tambak itu oleh penggarap tambak disimpan pada Bank
Koperasi Tani dan Nelayan setempat atas nama dan biaya pemilik tersebut.
BAB VIII
Kesejahteraan Nelayan Penggarap, Penggarap Tambak
dan Buruh Perikanan
Pasal 15
(1) Di daerah-daerah di mana terdapat usaha-usaha perikanan, baik perikanan laut maupun
perikanan darat, harus diusahakan berdirinya koperasi-koperasi perikanan yang anggotaanggotanya
terdiri dari para nelayan penggarap, penggarap tambak, buruh perikanan,
pemilik tambak dan nelayan pemilik.
(2) Koperasi-koperasi perikanan tersebut pada ayat 1 pasal ini bertujuan untuk memperbaiki
taraf hidup para anggotanya dengan menyelenggarakan usaha-usaha yang meliputi baik
bidang produksi maupun yang langsung berhubungan dengan kesejahteraan para anggota
serta keluarganya.
Pasal 16
(1) Tiap nelayan pemilik wajib memberi perawatan dan tunjangan kepada para nelayan
penggarap yang menderita sakit, yang disebabkan karena melakukan tugasnya di laut atau
mendapat kecelakaan di dalam melakukan tugasnya.
(2) Jika kejadian yang dimaksudkan pada ayat 1 pasal ini mengakibatkan kematian, maka
nelayan pemilik yang bersangkutan wjib memberi tunjangan yang layak kepada keluarga
yang ditinggalkannya.
(3) Oleh Pemerintah diadakannya peraturan tentang penyelenggaraan ketentuan-ketentuan
dalam pasal ini.
BAB IX
Pemasaran Hasil Usaha Perikanan
Pasal 17
Pemasaran hasil usaha penangkapan dan pemeliharaan ikan, baik perikanan laut maupun
perikanan darat dilakukan menurut cara dan dengan harga yang disetujui bersama oleh nelayan
pemilik/pemilik tambak dan nelayan penggarap/penggarap tambak.
BAB X
Pengawasan dan Penyelesaian Perselisihan
Pasal 18
(1) Oleh Menteri Perikanan diadakan ketentuan-ketentuan lebih lanjut tentang
penyelenggaraan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan cara-cara pelaksanaan
pengawasannya.
(2) Didalam menyelenggarakan pengawasan yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini diikutsertakan
pula organisasi-organisasi tani dan nelayan yang menjadi anggota Front Nasional
setempat.
Pasal 19
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 13, maka perselisihan-perselisihan yang
timbul didalam melaksanakan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan. peraturanperaturan
pelaksanaan diselesakan secara musyawarah oleh fihak-fihak yang berselisih
bersama-sama dengan Panitya Landreform Desa jika mengenai perikanan darat atau suatu
Panitya Desa akan dibentuk jika mengenai perikanan laut.
(2) Jika dengan cara demikian tidak dapat diperoleh penyelesaian, maka soalnya diajukan
depan Panitya Landreform Kecamatan jika mengenai perikanan laut, untuk
mendapatkepuasan.
(3) Terhadap keputusan Panitya tersebut pada ayat 2 pasal ini dapat dinyatakan banding
kepada Panitya Landreform Daerah Tingkat II yang bersangkutan, jiak mengenai perikanan
darat atau suatu Panitya Daerah Tingkat II yang akan dibentuk jika mengenai perikanan
laut.
(4) Khusus untuk keperluan penyelesaian perselisihan sebagai yang dimaksudkan dalam ayat
2 dan 3 pasal ini keanggotaanPanitya Landreform ditambah dengan pejabat dari Dinas
Perikanan Darat yang bersangkutan dan paling banyak 3 orang wakil organisasi-organisasi
tani dan nelayan yang ditunjuk oleh Front Nasional setempat, jika mereka itu dalam
susunan Panitya sekarang ini belum menjadi anggota tetap.
BAB XI
Ketentuan Pidana dan lain-lain
Pasal 20
Dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyakbanyaknya
Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah) karena melakukan pelanggaran:
a. nelayan pemilik atau pemilik tambak yang mengadakan perjanjian bagi-hasil dengan syaratsyarat
yang mengurangi ketentuan dalam pasal 3 dan 4 atau Penetapan Pemerintah
Daerah yang dimaksudkan dalam pasal 5;
b. barangsiapa melanggar larangan yang dimaksudkan dalam pasal 8 ayat 3;
c. nelayan pemilik atau pemilik tambak yang melanggar larangan yang dimaksudkan dalam
pasal 19 ayat 1;
d. barangsiapa menjadi perantara antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap atau pemilik
tambak dan penggarap tambak, dengan maksud untuk memperoleh keuangan bagi dirinya
sendiri.
Pasal 21
Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Bagi-Hasil Perikanan" dan mulai berlaku
pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 1964
Pd. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Dr. SUBANDRIO.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 1964
SEKRETARIS NEGARA,
ttd
MOHD. ICHSAN

MOPI


Kapal purse seine yang digunakan untuk praktikum Manajemen Operasi Penangkapan Ikan ini adalah kapal purse seine dengan nama KM Anugrah Sinar Surya yang berukuran 98 GT dengan panjang 30 m, lebar 8 m, dan tinggi 10 m. Kapal milik Bapak Sunaryo Hadi yang berusia 46 tahun. Pekerjaan sebagai nelayan sudah dijalani selama kurang lebih 23 tahun. Jumlah ABK pada kapal ini sebanyak 40 orang.
Persiapan yang diperlukan dalam suatu operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine dalam 1 trip penangkapan dengan lama kurang lebih 3 bulan antara lain:
1.                  Persiapan surat-surat, meliputi:
a.                   Sertifikat dan surat kapal;
b.                  STKK ( Surat Tanda Kebangsaan Kapal );
c.                   Sertifikat dan surat kir alat;
d.                  Surat ukur;
e.                   Sertifikat Kesempurnaan;
f.                   Sertifikat dan surat awak kapal;
g.                  Sijil awak kapal;
h.                  Perjanjian kerja laut;
i.                    Sertifikat-sertifikat keahlian sesuai dengan bidangnya;
j.                    Sertifikat dan surat yang berhubungan dengan pengoperasian kapal;
k.                  Surat Ijin Usaha Perikanan ( SIUP ); dan
l.                    Surat Ijin Menangkap Ikan.
 
BEP Rata-Rata Produksi           =        Total Biaya
                   Harga Penjualan
=  150.494.000
21.000
=  7.166,38 kg
BEP Rata-Rata Harga  =        Total Biaya
       Total Produksi
=  150.494.000
           10.000
=  Rp15.049,00/kg
Pendapatan     =x produksi x x harga
x produksi        = (Peak season + Low season) : 2
=  10.000 kg
x harga             =  (harga tertinggi +harga terendah) : 2
=  Rp21.000,00
Pendapatan     = 21.000 x 10.000
                        = Rp210.000.000,00
CM                  = Pendapatan – Biaya Variabel
= 210.000.000 – 13.914.000
= Rp196.086.000,00
Karena Contribution Margin lebih besar dari biaya tetap maka perusahaan untung sehingga raman kotornya adalah sebesar :
Raman kotor   = CM – Biaya Tetap
= 196.086.000 – 121.580.000
= Rp74.506.000,00
Raman bersih  = 74.506.000 – (222.000.000 x 2 %)
                        = 74.506.000,00 – 4.440.000
                        = 70.066.000
Laba                = 222.000.000 – 165.494.000
= Rp56.506.000,00
   
Penghasilan penjualan/raman bersih    = Rp70.066.000,00
Sistem Bagi Hasil                                = Pemilik : ABK
                                                                60%     : 40%
·           Pemilik                                         = 60% x 70.066.000
= Rp42.039.600,00
·           ABK                                            = 40% x 70.066.000
= Rp28.026.400,00
            Jumlah ABK pada Kapal Purse Seine KM Anugrah Sinar Surya sebanyak 40 orang ABK sehingga pembagian pendapatannya yaitu :
·           Pendapatan 40 orang ABK                                  = Rp28.026.400,00
Jadi @ABK mendapatkan upah sebesar             = 28.026.400
                                                                                         40
                                                                             = Rp700.660,00